Zakat Fitrah Dijadikan Stok di Masjid (Panitia Zakat) ?
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Bisakah zakat fitrah disimpan sebagai stok di masjid (panitia zakat) dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dikemudian hari (setelah sholat idul fitri) ?
Sebelum melanjutkan pembahasan, marilah kita perhatikan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikut :
Allah Ta’ala berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً)
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri diantara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).
Terdapat pendapat yang muncul perihal zakat fitrah. Mereka berpendapat bahwa zakat fitrah boleh disimpan dimasjid (panitia zakat) kemudian dijadikan stok/persediaan yang bilamana kemudian hari (setelah selesai sholat idul fitri) ada yang berhak menerima zakat tersebut maka akan diberikan.
Mereka yang berpendapat seperti itu dengan berbagai alasan, beberapa diantaranya alasan pertama yaitu orang yang berhak menerima zakat fitrah berlokasi ditempat yang jauh. Alasan kedua yaitu yaitu orang yang berhak menerima zakat fitrah di zaman sekarang atau didaerah setempat sudah sedikit dan jarang. Alasan ketiga yaitu jika dikemudian hari (setelah sholat idul fitri) ada yang membutuhkan, maka bisa diberikan zakat tersebut. Dan berbagai alasan lainnya.
Selanjutnya mari kita perhatikan hadis berikut :
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَّمْرَقَنْدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو يَزِيدَ الْخَوْلَانِيُّ وَكَانَ شَيْخَ صِدْقٍ وَكَانَ ابْنُ وَهْبٍ يَرْوِي عَنْهُ حَدَّثَنَا سَيَّارُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ مَحْمُودٌ الصَّدَفِيُّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Telah menceritakan kepada Kami [Mahmud bin Khalid Ad Dimasyqi] dan [Abdullah bin Abdurrahman As Samarqandi] berkata; telah menceritakan kepada Kami [Marwan], Abdullah berkata; telah menceritakan kepada Kami [Abu Yazid Al Khaulani] ia adalah syekh yang jujur, dan Ibnu Wahb telah meriwayatkan darinya, telah menceritakan kepada Kami [Sayyar bin Abdurrahman], Mahmud Ash Shadafi berkata; dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas], ia berkata; Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan Zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah. (HR. Abu Daud dalam Sunan Abu Daud hadis nomor 1371).
Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa jika menunaikan zakat fitrah sebelum sholat (idul fitri) maka zakatnya diterima, dan jika menunaikan zakat fitrah setelah sholat (idul fitri) maka itu hanyalah sedekah biasa (tidak termasuk zakat fitrah).
Mari kita tinjau apakah benar pendapat bolehnya menyimpan zakat fitrah di masjid (panitia zakat) untuk dijadikan stok dan diberikan dikemudian hari setelah sholat idul fitri.
Sebelumnya, kita perlu memperhatikan peran masjid (panitia zakat) itu sebagai apa? Apakah sebagai penerima zakat atau penyalur zakat ?, Jawabannya yaitu :
1. Masjid (panitia zakat) bukan berperan sebagai penerima zakat fitrah.
2. Masjid (panitia zakat) berperan sebagai yang diamanahi untuk menyalurkan/membagikan zakat fitrah kepada orang yang berhak menerima.
Setelah diketahui bahwa masjid (panitia zakat) berperan sebagai yang diamanahi untuk menyalurkan/membagikan zakat fitrah kepada orang yang berhak menerimanya, maka jika zakat fitrah disimpan dijadikan stok di masjid (panitia zakat) dan dibagikannya nanti dikemudian hari setelah sholat idul fitri, itu berarti zakat fitrah tersebut belum bisa dikatakan telah selesai ditunaikan karena zakat fitrah hanya baru ditampung untuk disalurkan dan belum sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Sehingga yang awalnya untuk zakat fitrah, tapi karena hanya ditampung saja di masjid (panitia zakat) dan dibagikan setelah sholat idul fitri, maka itu hanyalah shodaqoh biasa dan tidak termasuk zakat fitrah, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud diatas.
Lalu bagaimana dengan alasan orang yang menerima zakat fitrah berlokasi jauh? Jawabannya yaitu sebagai berikut :
1. Zakat fitrah anda bisa dititipkan kepada orang atau masjid (panitia zakat) yang dekat dengan penerima zakat untuk diberikan nanti diwaktu subuh sebelum sholat idul fitri.
2. Zakat fitrah anda diberikan dua hari atau sehari sebelum hari raya idul fitri, hal ini sebagaimana hadis yang terdapat dalam shahih bukhari :
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari)
Maka dapat diketahui bahwa waktu menunaikan zakat terdapat dua macam yaitu :
a. Waktu utama/afdol, yaitu pada pagi hari (subuh) sebelum sholat idul fitri.
b. Waktu boleh, yaitu dua hari atau satu hari sebelum hari raya idul fitri.
Dengan demikian, keberadaan penerima zakat yang jauh tidak bisa dijadikan alasan untuk menyimpan (menjadikan stok) dan menunda penyaluran zakat fitrah.
Alasan lainnya yaitu sedikitnya jumlah penerima zakat (orang miskin) di zaman ini atau didaerah setempat. Untuk alasan ini bisa dijawab dengan penjelasan Syaikh Dr. Sholeh al-Fauzan sebagai berikut :
قد فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم صدقة الفطر صاعاً من البر أو نحوه من الطعام فيجوز للمسلم أن يدفع الصاع للشخص الواحد ولعدة أشخاص المهم أن يكون من الدافع صاع كامل أما المدفوع له فلا مانع أن يشترك عدة أشخاص في صدقة شخص واحد
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha’ bur (gandum halus) atau bahan makanan lainnya, dan boleh bagi kaum muslimin untuk menyerahkan satu sha’ zakat fitrah ke satu orang atau ke beberapa orang. Yang penting, dari yang wajib zakat, dia menyerahkan 1 sha’ penuh, sementara penerima tidak masalah ada beberapa orang miskin yang mendapat zakat dari satu orang wajib zakat.
Dengan demikian, sedikitnya jumlah orang miskin di zaman ini atau didaerah setempat tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda penyaluran, pendistribusian, pembagian zakat fitrah.
Alasan lainnya yaitu bilamana kemudian hari (setelah selesai sholat idul fitri) ada yang berhak menerima zakat tersebut (orang yang membutuhkan) maka akan diberikan. Alasan ini jelas tidak benar, karena zakat fitrah yang diberikan setelah sholat idul fitri hanya dinilai sebagai shodaqoh biasa dan tidak termasuk zakat fitrah, sebagai mana hadis :
قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan Zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat (idul fitri) maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat (idul fitri) maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah. (HR. Abu Daud dalam Sunan Abu Daud hadis nomor 1371).
Kesimpulan :
Setelah memperhatikan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah wajib diberikan, ditunaikan, disalurkan kepada yang berhak menerimanya sebelum menunaikan sholat idul fitri. Sehingga dengan alasan apapun zakat fitrah tidak bisa disimpan dijadikan stok di masjid (panitia zakat) dan dibagikan dikemudian hari.
Sejauh ini dari hasil penelitian penulis, bahwa alasan-alasan yang dikeluarkan oleh mereka yang berpendapat bolehnya zakat fitrah disimpan dijadikan stok dimasjid (panitia zakat) dan dibagikan dikemudian hari (setelah sholat idul fitri), adalah alasan-alasan yang didasarkan pada logika, pikiran, atau akal mereka sendiri, padahal akal manusia sangatlah terbatas. Ingatlah bahwa akal manusialah yang harus tunduk pada dalil, bukan dalil yang harus tunduk pada akal manusia.
Sebagai contoh : ketika kita batal wudhu karena keluar angin dari pantat (kentut), mengapa yang dibasuh adalah tangan, wajah, dan anggota wudhu lainnya?, bila kita mengedepankan logika, pikiran, atau akal, maka yang layak dibasuh yaitu pantat sebagai tempat keluarnya angin (kentut). Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal ibadah kita harus mengedepankan dalil dari Al-Qur'an dan sunnah, bukan mengedepankan logika, pikiran, atau akal.
Ingatlah bahwa agama Islam ini telah sempurna, kita tidak perlu berinovasi untuk menciptakan aturan-aturan baru. Tugas kita hanyalah melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan mencontoh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [QS.Al-Maa-idah: 3]
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
"Maka berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa’ (pengikutku) yang mendapat petunjuk..." (HR. Abu Dawud).
Allahu a'lam.
Sekian yang bisa penulis sampaikan. Perlu ditekankan bahwa penulis tidak bermaksud untuk menggurui, tapi berusaha untuk memberikan uraian berdasarkan apa yang penulis ketahui/amati dan mungkin ada yang belum menyadari atas apa yang menjadi pendapatnya maka penulis mencoba untuk mengingatkan.
Mohon maaf bila ada penulisan kata atau tata bahasa yang kurang tepat karena keterbatasan penulis yang sejatinya adalah makhluk yang lemah.
Semoga bermanfaat.
Barakallaahufiik
Komentar
Posting Komentar